Implantable Cardioverter Defibrillator (ICD)



1. Pengertian (Definisi) : 
Adalah tindakan pemasangan alat permanen pada dada yang bertujuan mendeteksi dan memberikan energi terbatas ke otot jantung untuk menghentikan aritmia ventrikel berbahaya pada kelainan aritmia
ventrikular takikardi.
Aritmia ventrikular berupa takikardi ventrikel dengan QRS lebar, tipe LBBB ataupun RBBB, monomorfik, atau polimorfik, baik normal struktur jantung atau kelainan struktur jantung, dapat disertai dengan kelainan saluran ion ataupun kelainan genetik otot jantung, dalam keadaan menetap ataupun tidak menetap, muncul secara spontan ataupun terinduksi, yang dapat mengancam nyawa dan menyebabkan ventrikular fibrilasi. Dalam kondisi ini diperlukan tatalaksana pemasangan alat yang mencegah terjadinya henti jantung karena aritmia ventrikel tersebut yaitu Defibrilator Kardioverter Implant (DKI) atau ICD.

2. Anamnesis : 
1. Berdebar
2. Kehilangan denyut
3. Nyeri dada
4. Denyut yang tiba2 terasa keras
5. Sesak nafas
6. Dizzines
7. Hampir sinkop sampai sinkop
8. Selamat dari Henti Jantung
9. Pasien dengan gejala gagal jantung kronis sebelumnya.

3. Pemeriksaan Fisik : 
Laju nadi teraba cepat dan regular

4. Kriteria Diagnosis : 
1. Anamnesis
- Pasien dengan Fungsi ejeksi Ventrikel Kiri (FEVKi) < 40% dan kelas fungsional II atau III NYHA, yang disebabkan infark Miokard (IM), paling cepat 40 hari setelah kejadian serangan jantung.
- Pasien dengan FEVKi < 40% dan kelas
fungsional I NYHA, yang disebabkan infark miokard, paling cepat 40 hari setelah kejadian serangan jantung.
- Pasien yang selamat dari kejadian henti jantung karena Fentrikel Vibrilasi (FV) atau Takikardi Ventrikel (TV) yang menetap dengan hemodinamik tidak stabil dan tidak ditemukan penyebabnya yang reversibel.
- Pasien dengan TV tidak langgeng akibat IM, FEVKi < 40% dan FV atau VT menetap yang terinduksi saat studi elektrofisiologis (SEF).
- Pasien dengan kelainan struktur jantung dan TV yang menetap dan spontan, baik dengan hemodinamik stabil maupun tidak.
- Pasien dengan riwayat sinkop tanpa sebab yang jelas, disertai TV atau FV yang menetap dan hemodinamik tidak stabil pada saat SEF.
- Untuk mengurangi resiko kematian jantung mendadak pada pasien dengan sindroma QT panjang (SQTPa), yang pernah mengalami sinkop dan/ atau TV walaupun mengkonsumsi obat penyekat beta
- Pasien dengan Kardiomiopati Dilatasi non Iskemik disertai disfungsi ventrikel kiri yang bermakna dan memiliki riwayat sinkop tanpa sebab yang jelas.
- Pasien dengan TV yang menetap dengan fungsi ventrikel kiri yang normal atau mendekati normal.
- Mengurangi resiko kematian jantung mendadak pada pasien dengan Aritmogenik Ventrikel Kanan Displasia yang memiliki satu atau lebih faktor resiko mengalami aritmia TV dan resiko kematian jantung mendadak.
- Pasien dengan TV polimorfik yang memiliki riwayat pingsan dan/atau mengalami TV menetap yang terdokumentasi walaupun mengkonsumsi obat penyekat beta.
- Pasien dengan Brugada Sindrom yang memiliki riwayat pingsan.
- Pasien dengan sarkoidosis jantung, miokarditis sleraksasa atau penyakit chagas.
- Pasien yang menunggu transplantasi jantung.
- Pasien dengan penyakit jantung kongenital yang selamat dari henti jantung setelah evaluasi mendalam tentang penyebab kejadian dan penyebab reversibel telah disingkirkan.
- Pasien penyakit jantung kongenital dengan TV menetap dan simtomatik, setelah menjalani evaluasi hemodinamik dan elektrofisiologis, yang telah menjalani ablasi bedah/kateter.
2. EKG 12 sandapan : seperti pada definisi
3. EKG Holter : untuk menilai seberapa sering timbul takikardia
4. Echocardiografi : Menilai kelainan struktur jantung sebagai penyebab
5. CAG : menilai ada tidaknya keterlibatan koroner
6. Cardiac MRI: menyingkirkan kelainan ARVD/ ARVCM
7. Studi Elektrofisiologi

5. Diagnosis Kerja 
Implantable Cardioverter Defibrillator (ICD)   

6. Diagnosis Banding : - 
  

7. Pemeriksaan Penunjang :
1. Laboratorium darah: hematologi rutin, faktor koagulasi, fungsi ginjal, HbsAg dan anti HCV, elektrolit.
2. Foto rontgen thorak
3. EKG
4. Studi Holter
5. Ekokardiografi trans thorakal
6. Kateterisasi
7. MRI Kardiak
8. Studi Elektrofisiologis

8. Terapi :
Dilakukan pemasangan :
1. DKI ( Defibrilator kardioverter implant) / ICD (Implantable Cardioverter-defibrillator)
Prosedur pemasangan :
Prosedur :
1. Pasien ditidurkan di meja tindakan
2. Pasang electrode EKG 6 lead/extremitas, pasang elektroda defibrillator sambungkan ke defibrilator
3. Pasang elektrade programmer di bawah clavicula kanan dan kiri serta abdomen kanan dan kiri lalu sambungkan ke programmer
4. Pasang (electrode defibrillator) paddle defibrillator eksternal disp di RA anterior,  LL apex lalu sambungkan ke defibrillator
5. Pasang oxygen dengan sungkup/nasal untuk maintenance
6. Pasang dinamap dilengan kanan atau cap pressure untuk monitoring TD
7. Pasang monitoring oxymetri atau saturasi O2 di ibu jari kanan
8. Merekam EKG 6 lead
9. Preparasi pasien dengan betadine cair 10 % dan sterilkan daerah dada, dagu leher serta bahu kiri
10. Daerah diluar bidang sayatan ditutup dengan duk besar, bagian kepala dimiringkan ke kanan menjauhi daerah insisi.
Kepala dihalangi dengan doek tanpa menghalangi usaha bernafas
11. Dilakukan anesthesi lokal dengan Marcain 0,5 % pada batas 1/3 sternal dan medial dari claviculal
12. Dilakukan sayatan kulit 1 – 2 cm ditempat tersebut
13. Dilakukan pungsi pada batas antara 1/3 medial dan 1/3 bagian sternal dari clavicula menyusur bagian bawah dari OS clavicula
14. Dengan sedikit tekanan negatif pada spuit 10 ml di jarum pungsi di tarik perlahanlahan, sampai terasa tiba-tiba tekanan pada puit hilang dan darah vena keluar dengan bebas
15. Spuit di buka dengan hati-hati agar jarum tidak tertarik
16. Masukan guide wire ke dalam vena lewat lunen jarum, kemudian jarum di tarik keluar sambil mempertahankan guide wire
17. Kemudian peel away dimasukkan lewat guide wire, kemudian guide wire dan dilator dicabut, tutup peel away dengan ibu jari
18. Lewat peel away lead dimasukkan dengan stilet terpasang didalamnya, setelah melalui introduce stilet ditarik + 5 cm dan lead didorong terus
19. Lead didorong terus sampai ujungnya menumbuk dinding bawah atrium, jika  tidak berhasil stilet diganti dengan stilet lain yang ujungnya dibengkokan dengan diameter sekitar 10 cm dan dengan
putaran melawan jarum jam didorong masuk ke ventrikel kanan, kemudian stilet ditarik dan lead didorong terus sampai masuk ke arteri pulmonal untuk memastikan bahwa lead tidak masuk ke sinus coronarius atau vena-vena cardia, kemudian lead ditarik kembali ke ventrikel kanan dan dengan mendorong kembali stilet agar agar lead menjadi kaku kembali (dengan stilet lurus) didorong sampai ke apex ventrikel kanan dan terselip diantara trabekel ventrikel kanan (untuk optimalnya ujung lead ventrikel kanan diletakan sejauh mungkin dari ventrikel kiri)
Dengan memaksimalkan jarak lead antara ventrikel kanan dan kiri tidak hanya menurunkan kemungkinan sensing jarak jauh, tetapi juga memperbaiki efektifitas pacu BIV
20. Stilet ditarik kembali secukupnya sampai vena cava dan dilihat gerakan untuk jantung berdenyut
21. Kemudian dilakukan pengukuran threshold yaitu lead disambungkan ke surgical cable steril lakukan pengukuran : output, current, R wave, resistance. Lakukan stimulasi dengan output 10 volts dan melihat adanya kontraksi diafragma atau dinding dada
22. Kemudian stilet ditarik keluar sambil mempertahankan lead pada posisi yang sama
23. Sesudah lead dipastikan stabil, pasang jangkar (anchor) dan fixasi lead dengan benang sik O
24. Kemudian dibuat kantong untuk lead dan generator dengan membebaskan secara tumpul jaringan subkutum ke arah bawah diatas muskulus pectoris bagian lateral (besarnya disesuaikan dengan kebutuhan)
25. Lead dihubungkan dengan generator sesuai letaknya dan lakukan penguncian atau dengan mengencangkan skrup dan putar dengan obeng yang tersedia sampai bunyi masing-masing 3 kali untuk memastikan semua itu terkunci atau cukup kuat
26. Kemudian generator dimasukan kantong subcutan yang telah disediakan dengan memperhatikan agar lingkaran-lingkaran yang dibuat oleh lead yang tersisa tidak mengakibatkan putaran-putaran yang disampaikan ke ujung lead yang didalam jantung
27. Padle programmer sesil ditempatkan/ diletakan diatas generator, lalu sambungan ujung cable ke programmer
28. Defibilator siap pakai jika terjadi generator ACD waktu ditest tidak aktif
29. Berikan diprivan sesuai instruksi operator/dokter
30. Setelah pasien tertidur lakukan ACD dengan program yang telah diset
31. Setelah test ACD selesai lanjutkan dengan
:
32. Berikan flushing Unasyn 1,5 gram ke dalam kantong tersebut
33. Kemudian generatir dimasukkan kantong subkutan yang telah disediakan dengan memperhatikan agar lingkaran-lingkaran yang dibuat oleh lead yang tersisa tidak mengakibatkan putaran-putaran yang disampaikan ke ujung lead yang didalam jantung
34. Kemudian luka sayatan ditutup lapis demi lapis dengan memperhatikan bahwa baik letak generator maupun tegangan dari lingkaran lead yang tersisa tidak menimbulkan regangan ke arah kulit yang berlebihan sehingga mudah menimbulkan penyembuhan luka sayat yang tidak sempurna atau cnecrotis tekan pada kulit di kemudian hari Menjahit dilakukan dengan benang dexan 2/0 untuk otot dan benang silk 2/0 untuk kulit
35. Luka dioles betadien cair 10 % dan ditutup dengan kasa steril kemudian diplester.


HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN :
1. Pasien terpasang infus dilengan kanan
2. Pasien terpasang kondum kateter atau folley cateter
3. 1 jam sebelum tindakan pasien sudah di profilaksis dengan unasyn 1,5 gram iv
4. Obat-obatan selama tindakan atas order operator/dokter

5. Konsul anesthesia bila diperlukan.

    
9.  Edukasi :
1. Mengenali tanda dan gejala secara mandiri
- Penjelasan mengenai tujuan dan fungsi alat
serta menghindari kondisi2 tertentu yang
dapat mempengaruhi kerja alat.
- Alat yang dipasang dapat menghasilkan
manfaat optimal dengan tetap meminum
obat teratur dan tetap kontrol teratur.
- Cara kerja alat dalam mengatasi debar2 dan
keluhan yang akan dirasakan oleh pasien.
2. Tindakan yang harus dilakukan
- Tahapan awal yang harus dilakukan ketika
timbul tanda dan gejala alat bekerja, jika
berulang cukup sering maka harus segera
ke pelayanan kesehatan terdekat
3. Tindakan lanjut / terapi definitif
- Reprogram rutin alat untuk penilaian fungsi
alat
- Pemeriksaan rutin jantung untuk menilai
kondisi irama jantung.
- Tatalaksana lanjutan irama jantung berupa
ablasi TV.  

10. Prognosis :
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad fungsional : bonam  


11. Tingkat Evidens I
12. Tingkat
Rekomendasi
A
13. Penelaah Kritis 1. DR. Dr. Yoga Yuniadi, SpJP(K)
2. Dr. Dicky A Hanafy, SpJP(K)
3. Dr. Sunu Budhi Raharjo, PhD, SpJP
4. Dr. BRM Aryo Suryo K, SpJP
5. Agus Susanto, Skep
6. Westri Ambarsih, Skep
7. Rosita Akip, Skep
Panduan Praktik Klinis & Clinical Pathway Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah | 129
14. Indikator Medis 1. Pacing biventrikel mendekati 100%
2. Keberhasilan naiknya LVEF dan penurunan durasi
QRS
15. Kepustakaan 1. 2015 ESC guidelines for the management of
patients with ventricular arrhytmias and the
prevention of sudden cardiac death, European
Heart Journal doi: 10.1093/eurheartj/ehv316
2. Tom Kenny. The Nuts and Bolts of ICD Therapy.
Blackwell Futura, Massachusset 2008.
3. Pedoman Terapi Memakai Alat Elektronik
Kardioaskular Implan (ALEKA). PERKI 2014




sumber :
PPK dan CP penyakit jantung dan pembuluh darah

ADVERTISEMENT
Panduan Praktik Klinis Jantung dan Pembuluh Darah

About Panduan Praktik Klinis Jantung dan Pembuluh Darah

http://ppkjantungpembuluhdarah.blogspot.co.id bukan di tulis oleh organisasi PERKI... namun isi tulisan ini bersumber dari PPK dan CP Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah yang di susun oleh PERKI... tujuan penulisan ulang adalah semata-mata untuk menyebarkan informasi kesehatan sebanyak-banyaknya ke masyarakat terutama untuk praktisi medis... semoga tulisan ini meningkatkan pengetahuan medis warga indonesia. kami akan sangat berterimakasih sekali buat saran, masukan, pendapat yang di berikan buat kami : jantungpembuluhdarah@gmail.com

Subscribe to this Blog via Email :