Prosedur Ablasi Septal pada HOCM (HOCM SEPTAL ABLATION)

Prosedur Ablasi Septal pada HOCM
(HOCM SEPTAL ABLATION)



1. Pengertian (Definisi) : 
Adalah suatu tindakan penghilangan jaringan septal melalui tindakan non bedah, dengan menggunakan alkohol 100% yang disuntikkan ke jaringan septal ventrikular kiri melalui cabang pembuluh darah koroner LAD ke arah septal, sehingga menghilangkan sebagian jaringan dan mengurangi tekanan jalan keluar ventrikel kiri menuju ke aorta.
Sebelumnya pasien telah dilakukan pemeriksaan Echocardiografi TTE/TEE sebagai penegakan diagnosa untuk HCM yang memiliki kelainan obstruksi jalan keluar ventrikel kiri dengan pengukuran ketebalan dinding septal ventrikel kiri serta tekanan aliran keluar dari ventrikel kiri ke Aorta, baik dalam kondisi istirahat ataupun dengan uji provokasi yang memenuhi syarat definisi dari HOCM.
HCM adalah kondisi penebalan ventrikel kiri ≥ 15 mm di segmen manapun, dari pemeriksaan echocardiografi ataupun kardiak resonance imaging/tomografi ct, yang tidak dapat dijelaskan sebabnya oleh kondisi2 lain. Kelainan disebabkan mutasi genetik pada myosit.
Sementara itu, HOCM adalh kondisi obstruksi jalan keluar ventrikel kiri (LVOT Obstruction) yang ditandai terdapat peningkatan tekanan jalan keluar LVOT sebesar ≥ 50 mmHg.
Kondisi tekanan ini dapat menyebabkan mulai munculnya gejala hingga terjadinya kematian mendadak.
Pemeriksaan ekokardiografi yang gagal menilai tinggi tekanan lebih dari 50 mmHg meskipun disertai manuver, maka dianjurkan pemeriksaan lanjutan dengan pemeriksaan yang lebih agresif.
Pasien dengan kelainan ini akan berkembang menjadi gagal jantung akut ataupun kronis yang berulang2 dengan serangan sesak, disertai dengan kelainan irama seperti Atrial Fibrilasi, Disfungsi Sinus Node, Blok AV, hingga kelainan aritmia ventrikular yang berbahaya.
Sebelum munculnya kelainan tersebut, maka tindakan ablasi septal non bedah menjadi pilihan awal




Komplikasi selama tindakan dapat berupa :
- Kelainan irama – Total AV block
- Kondisi Kelainan Katup
- Infark Miokard Akut

2. Anamnesis : 
 Pasien dikenal memiliki suatu kelainan obstruksi jalan keluar Aorta dikarenakan menebalnya dinding septal ventrikel kiri (HOCM).
 Keluhan pasien berdasarkan diagnosa awal dari suatu komplikasi HCM/HOCM tersebut, seperti keluhan nyeri dada berkaitan iskemik miokard karena penebalan septal hingga anomali koroner, keluhan sesak karena gagal jantung, atau berdebar2, pre sinkope hinnga sinkope karena kelainan irama yang menyertai ataupun hipovolumia pada kondisi HOCM.
 Dapat ditemui riwaya keluhan yang sama pada anggota keluarga hingga kematian mendadak usia muda yang tidak dapat dijelaskan.

3. Pemeriksaan Fisik : 
 Inspeksi/Palpasi Jantung
    - ictus dapat terlihat pada gagal jantung kronis
    - ictus kuat angkat hingga thrill
 Auskultasi :
   - Adanya bunyi bising jantung midsistolik dengan kresendo-dekresendo di kiri sternum bag bawah tanpa penjalaran
    - Jika telah ada kelainan katup mitral, maka terdapat bunyi bising tambahan
    - Dapat disertai denyut yang ireguler jika telah terdapat kelainan irama
    - Pemeriksaan bunyi bising dengan manuver valsava memperkuat bunyi bising jantung

4. Kriteria Diagnosis : 
1. Echocardiografi TTE/TEE :
Menilai ketebalan septal, adanya kelainan struktur katup, menilai tekanan aliran keluar ventrikel kiri (LVOT), menilai adanya skar jaringan, abnormalitas kontraksi, perikardial efusi, ukuran atrium kiri, masalah tekanan dan ketebalan ventrikel kanan serta fungsi diastolik.
Echocardiografi dapat disertakan dengan provokasi test.
TEE : persiapan tindakan ablasi septal, penilaian TTE yang tidak jelas, penilaian aparatus mitral, kecurigaan adanya kelainan katup mitral karena kerusakan katup, bukan oleh efek venturi pada HOCM, penilaian cabang koroner yang mendarahi septal melalui injeksi kontras khusus septal.

2. Penyadapan pada Ventrikel Kiri dan Aorta : Jika tidak jelas analisa adanya diagnosa HOCM dari TTE atau TEE, maka dilakukan pengukuran tekanan secara langsung dari ruang ventrikel kiri dan aorta. Pengukuran dapat disertai uji provokasi dengan obat dan manuver.
Perbedaan gradient > 50 mmhg menandakan adanya HOCM.


5. Diagnosis Kerja 
Septal Ablasi pada HOCM   

6. Diagnosis Banding : -
  

7. Pemeriksaan Penunjang :
1. EKG 12 sadapan : menunjukkan adanya kelainan hipertropi ventrikel kiri, indeks sokolow yang ekstrim, adanya PR interval yang pendek, pre-eksitasi dapat ditemui, aksis superior yang ekstrim, Gelombang T inversi yang sangat besar.
2. Holter monitoring : untuk menilai kelainan irama tambahan seperti fibrilasi atrium, disfungsi sinus node, variasi blok AV menetap ataupun intermitten, aritmia ventrikel.
3. Echocardiografi TTE/TEE : Menilai ketebalan septal, adanya kelainan struktur katup, menilai tekanan aliran keluar ventrikel kiri (LVOT), menilai adanya skar jaringan, abnormalitas kontraksi, perikardial efusi, ukuran atrium kiri, masalah tekanan dan ketebalan ventrikel kanan serta fungsi diastolik. Echocardiografi dapat disertakan dengan provokasi test.TEE : persiapan tindakan ablasi septal, penilaian TTE yang tidak jelas, penilaian aparatus mitral, kecurigaan adanya kelainan katup mitral karena kerusakan katup, bukan oleh efek venturi pada HOCM, penilaian cabang koroner yang mendarahi septal melalui injeksi kontras khusus septal.
4. Kateterisasi Angiografi perkutan : Dilakukan intra tindakan ablasi, penilaian cabang septal perforatus yang mendarahi daerah septal penyebab obstruksi, hingga ada tidaknya kolateral dari cabang tersebut untuk mencegah aliran balik alkohol saat diinjeksikan.

8. Terapi :
A. Alat Steril
Persiapan Alat :
1. Alat tenun steril
- Jas 3 buah
- Duk Besar 180 x 230 (cm)
- Stik Laken 140 x 67 (cm)
- Duk Bolong 70 x 70 (cm)
- Duk Kecil 70 x 70 (cm)
- Perlak/plastik
2. Alat instrumen steril
- Kom 4 (1000ml,500 ml, 250 ml, 100ml)
- Bengkok 1
- Duk klem 2
- Desinfectan tool 1
- Scaple holder
- Mesquito 1
- Kom 1 ( 5 helai)
- Depper 6
3. Alat steril habis pakai
- Spuit 20 cc 2 buah
- Spuit 10 cc 2 buah atau 5ml 1 buah, .5 ml 1 buah dan 1 ml 1buah
- Bisturi no 11
- Kateter Koronari : Femoral atau radial
- Kateter pigtail
- Introducer sheath
- Jarum pungsi
- Wire J .038”/145 Cm atau J .035 180cm
- Sarung tangan
- Blood Set 1 buah
- Infus Set 1 buah
- PTCA Set :
a. Introducer Sheath 7F 1 buah
b. Manifold 3 gang 1 buah
c. Pressure Line panjang 48” 2 buah
d. Pressure Line pendek 20” 1 buah
e. Torque 1 buah
f. Insertion Tool 1 buah
g. Y Konector 1 buah
h. Indeflator 1 buah
i. Three way 1 buah
- Guiding Cateter sesuai kebutuhan
- Pigtai 5 F
- Wire panjang 0.038” 150 cm 1 buah
- Wire 0.014 “ sesuai order
- Balon sesuai kebutuhan
- Electrode bipolar 5/6F

B. Obat-obatan, Cairan dan Perlengkapan lainnya :
1. Levovist 2.5 gram dan cairan pencampurnya  
2. Alkohol 100% 10ml
3. Obat-obat anti nyeri: Morphin, Pethidine
4. Kontras campur 1:1
5. NTG 1 cc in 10 cc NaCl 0.9% + 2500 UI Heparine (1 cc = 100 mikro)
6. Kontras dalam botol
7. D5 W + 1000 UI Heparine
8. NaCl 0.9% + 2500 UI Heparine
9. Bethadine sol 10%
10. Heparine 5000 UI (Bolus iv)
11. Spuit 2.5 cc
12. Pressure Bag
13. Anastesi lokal/lidocain 2% 5 amp
14. Trollery Emergensi dan DC Shock
15. Mesin echokardiografi (color)
16. Pressure tranducer 2 buah
17. Generator TPM

C. Tahapan Prosedur
a. Perhatikan prinsip sterilitas.
b. Pemasangan TPM sebelum tindakan dan penempatan double pressure di LV dan Aorta.
1. Tutup seluruh badan pasien kecuali kepala dengan alat tenun lainnya
2. Suntikan anastesi lokal di arteri femoralis kanan dan Suntikan anastesi lokal.di arteri femoralis kiri
3. Buat lubang dengan mata pisau no 11 di inguinalis, punksi vena dan areteri femoralis dengan jarum puncture lalu masukkan wire pendek. Tarik jarum dan masukkan Sheath 6F ke vena dan 7F untuk arteri femoralis.
4. Masukkan elektrode bipolar 5/6F hingga RV Apek. Hubungkan dengan generator TPM set sesua nilai threshold out put dan sensitifity, lalu set pacing rate (PR) 50 x/menit
5. Dan lakukan prosedur no 6 untuk arteri femoralis kiri dengan introducer sheath 5F
6. Menyusuri introducer sheath arteri 5 F, masukkan MP 5 F ke LV, lalu hubungkan dengan tranducer untuk pengukuran dan monitor tekanan di LV
7. Menyusuri introducer Sheath arteeri 7F. masukkan guiding XB/EBU/BL dan wire panjang sampai di Aorta Ascenden lalu wire ditarik lalu kanulasi LCA. Masukkan heparine bolus 70 – 100 unit / kgbb
8. Lakukan pengukuran “pressure gradient antara LVa dan AO. Selanjutnya dilakukan monitoring ke dua tekanan ini.
9. Angiografi LCA, guide wire serta balon OTW dimasukkan ke septal perforator. Identifikasi cabang septal perforator yang sesuai dengan hipertrofi septum LVOT dengan mengembangkan balon dan injeksi kontras echo (Levovist) ke cabang tersebut serta menilai respon penyebaran kontras echo dengan TTE. Diharapkan penurunan gradient LVOT pada saat inflasi balon.
10. Sebelum tindakan pemberian alcohol injeksi, pasien diberikan MO iv sesuai kebutuhan (2-5 mg) perlahan. Pada cabang septal perforator yang sesuai, balon dikembangkan 4 atm dan injeksi alcohol absolute 99% sesuai kebutuhan berdasarkan penurunan gradient (2-4 cc) perlahan.
11. Observasi respon alcohol dan menilai konduksi AV node dari EKG monitor. Balon tetap dibiarkan mengembang selama 10 menit.
12. Sambil di aspirasi melalui balon OTW, balon dikempiskan dan dikeluarkan dari koroner.
13. Observasi AV block dilanjutkan di Intensive Care (CVCU) selama 48 jam.

   
9.  Edukasi :
 Mengenai penyakit yang bersifat herediter dan screening pada keluarga
 Edukasi mengenai perjalanan penyakit dan tatalaksana
 Edukasi mengenai tindakan ablasi septal dengan alkohol dan mengenai komplikasi yang dapat terjadi
 Edukasi mengenai kontrol dan pemeriksaan berkala  

10. Prognosis :
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad fungsional : bonam    

11. Tingkat Evidence : I

12. Tingkat Rekomendasi : A.

13. Penelaah Kritis :
1. DR. Dr. Yoga Yuniadi, SpJP(K)
2. Dr. Dicky A Hanafy, SpJP(K)
3. Dr. Sunu Budhi Raharjo, PhD, SpJP

4. Dr. BRM Aryo Suryo K, SpJP
5. Agus Susanto, Skep
6. Westri Ambarsih, Skep

7. Rosita Akip, SKep


14. Indikator Medis :


15. Kepustakaan :
1. 2014 ESC Guidelines on Diagnosis and Management of Hypertropic Cardiomyopathy. European Heart Journal (2014) 35; 2733-2799
2. 2011 ACCF/AHA Guideline for the Diagnosis and Treatment of Hypertrophic Cardiomyopathy. Circulation. 2011;124: e783-e831.





sumber :
PPK dan CP penyakit jantung dan pembuluh darah

ADVERTISEMENT
Panduan Praktik Klinis Jantung dan Pembuluh Darah

About Panduan Praktik Klinis Jantung dan Pembuluh Darah

http://ppkjantungpembuluhdarah.blogspot.co.id bukan di tulis oleh organisasi PERKI... namun isi tulisan ini bersumber dari PPK dan CP Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah yang di susun oleh PERKI... tujuan penulisan ulang adalah semata-mata untuk menyebarkan informasi kesehatan sebanyak-banyaknya ke masyarakat terutama untuk praktisi medis... semoga tulisan ini meningkatkan pengetahuan medis warga indonesia. kami akan sangat berterimakasih sekali buat saran, masukan, pendapat yang di berikan buat kami : jantungpembuluhdarah@gmail.com

Subscribe to this Blog via Email :